NKK/BKK
Zaman Now
(Egip
Satria Eka Putra, Ketua HIMA HAN FHUA-Unand).
Menurut kamus politik, Normalisasi
Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan atau yang disingkat dengan
NKK/BKK, adalah sebuah penataan organisasi kemahasiswaan, dengan cara menghapus
organisasi kemahasiswaan yang lama berupa Dewan Mahasiswa dan diganti dengan
format yang baru. NKK/BKK
adalah sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim Soeharto pada tahun
1977-1978 untuk memecah kemassifan gerakan yang dilakukan mahasiswa pada saat
itu.
NKK/BKK ini bertujuan untuk membatasi
kegiatan politik mahasiswa, bahkan mahasiswa dilarang untuk berpolitik di
kampus. Maka, penulis berpandangan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk
membungkam kebebasan mahasiswa di kampus. Diterapkan pada masa pemerintahan
orde baru yakni pada saat Menteri Pendidikan Daoed Joesoef dan dilanjutkan pada
masa kepemimpinan Nugroho Notosusanto.
Jika kita liat sejarah, lahirnya kebijakan
NKK/BKK ini dilatar belakangi oleh beberapa peristiwa yang bersejarah bagi
pergerakan mahasiswa. Kala itu ketika memasuki pertengahan tahun 1970-an. Dimana
pada saat itu pergerakan mahasiswa sedang massifnya bergejolak. Tepatnya di
tahun 1974 dan tahun 1978. Dimana di tahun 1974 meletus Peritiwa Malari.
Peristiwa Malari adalah gerakan pertama mahasiswa secara monumental untuk
menentang kebijakan pembangunan Soeharto. Pergerakan Mahasiswa pada saat itu
ditujukan terhadap kebijakan Orde Baru yang pro terhadap modal asing sebagai
penjajahan baru di Indonesia terutama terhadap Jepang.
Peristiwa selanjutnya terjadi pada tahun
1978. Sama halnya dengan gerakan 1974, aksi ini muncul karena kekecewaan
mahasiswa terhadap konsep ekonomi yang dijalankan Soeharto serta kekecewaan
terhadap praktik politik Orba yang semakin jauh dari nilai-nilai demokrasi.
Bahkan, pada masa itu mahasiswa dengan berani mengkampanyekan penolakan
terhadap Soeharto yang ingin kembali mencalonkan dirinya menjadi Presiden.
Untuk menghindari aksi-aksi berikutnya dari
mahasiswa, maka dari itulah pemerintah Orde Baru mengeluarkan kebijakan melalui
SK menteri pendidikan dan kebudayaan (P dan K), Daoed Josoef, No. 0156/U/1978
tentang Normalisasi
Kehidupan Kampus (NKK).
Disusul dengan SK No. 0230/U/J/1980 tentang pedoman umum organisasi dan
keanggotaan Badan
Koordinasi Kemahasiswaan (BKK).
Inti dari dua kebijakan ini adalah untuk
mengebiri kegiatan aktifitas politik mahasiswa. Dimana mereka hanya cukup
memahami politik dalam artian teori bukan praktik.. Pemerintah Orde Baru
melakukan intervensi dalam kehidupan kampus, dengan dalih stabilitas politik
dan pembangunan. Kebijakan ini benar-benar menjauhkan mahasiswa dari realita
sosial yang ada.
Kebijakan ini sebagai bagian dari upaya
depolitisasi kampus dan meredam aktivitas politik mahasiswa. Mahasiswa dilarang
berpolitik, ataupun melakukan aktivitas yang berbau politik, kebebasan
intelektual kampus di kebiri, dan kontrol yang kuat kepada
organisasi-organisasi mahasiswa diperketat. Kampus menjadi sebuah penjara
berpikir bagi mahasiswanya.
Gerakan mahasiswa pun akhirnya “tertidur”.
Kebijaksanaan NKK/BKK ini kemudian lebih diperketat lagi ketika Mendikbud dijabat
oleh Nugroho Notosusanto. Pemerintah memberlakukan transpolitisasi yaitu ketika
mahasiswa ingin berpolitik, mahasiswa harus disalurkan melalui organisasi
politik resmi semacam Senat, BEM, dan lain-lain, diluar itu dianggap ilegal.
Dalam kurun waktu ini jugalah diberlakukan Sistem Kredit Semester (SKS),
sehingga aktivitas mahasiswa dipacu hanya untuk cepat selesai studi/kuliah dan
meraih IP yang tinggi.
Aktivitas mahasiswa berupa demonstrasi
dikatakan sebagai kegiatan politik praktis yang tidak sesuai dengan iklim
masyarakat ilmiah. Kegiatan kemahasiswaan terbatas pada wilayah minat dan
bakat, kerohanian, dan penalaran saja. Selain itu, dalam Tri Darma Perguruan
Tinggi dinyatakan bahwa fungsi perguruan tinggi adalah menjalankan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Depolitisasi yang diterapkan saat itu
sungguh efektif, mahasiswa menjadi study oriented sehingga selama
puluhan tahun kegiatan mahasiswa jauh dari aktivitas mengkritisi kebijakan
penguasa. Inilah hal-hal yang membuat mahasiswa semakin mengalami depolitisasi
dan semakin terasing dari lingkungannya. Kemudian yang terjadi adalah
demoralisasi di tingkatan mahasiswa. Mahasiswa dipaksa kembali ke dunia
akademik, berbangku kuliah saja, belajar ke luar negeri, membentuk NGOs yang
pada tahun 1982 sudah ada ribuan NGO, berbisnis, berkolaborasi dengan rezim dan
sebagainya.
Mencermati dinamika beberapa kampus saat
ini, Sistem seperti NKK/BKK kini mulai kembali terasa di kampus-kampus. Dengan
model baru yakni “NKK/BKK Zaman Now”. Beragam bentuk praktiknya yang dapat kita
temui dilapangan saat ini. Ada larangan mengenakan cadar dikampus, ada pula
yang diskosrsing dan bahkan di DO karena berorasi di lingkungan kampus,
mendoktrin dan melarang para mahasiswa
untuk demo, melakukan upaya yang sangat represif ketika mahasiswa
berunjuk rasa, dan lain sebagainya. Bahkan berorganisasi dianggap bodoh. Kampus
sebagai ruang pengembangan kapasitas intelektual, kini ibarat “industri
pencetak mesin”.
Kampus lebih dari sekedar industri. Kampus
adalah cermin peradaban suatu masyarakat yang beradab, jika kampus membunuh
intelektual mahasiswa, bagaimana peradaban dimulai?. Hal demikian kemudian
membuat mahasiswa merasa bahwa mereka ditekan dan dikungkungi pemikiran dan
kebebasannya. Kampus menjadi seram karena sistem yang dibangun bagai penjara
yang merampas kemerdekaan berpendapat bagi mahasiswanya.
Mahaiswa harus bebas dari keterkungkungan
seperti ini. Mahasiswa secara historis memiliki peran penting untuk mengawal
agenda perubahan. Sejarah juga telah membuktikan bahwa mahasiswa adalah pemuda
yang secara fisik dan gagasannya telah membawa masyarakat pada taraf kelayakan.
Jika NKK/BKK kembali hadir, lalu mahasiswa tunduk ketakutan dan gemetar, maka
dipastikan mahasiswa hanya tinggal nama dan sekedar sejarah cerita pengantar
tidur.
Bukankah membatasi orang berpendapat itu
melawan hukum ? Setiap orang punya hak dalam menyampaikan pendapat, dimana
tertulis dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Selain itu, kemerdekaan mengemukakan pendapat
merupakan sebagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam pasal 19 dan 20
Deklaratio Universal of Human Right PBB.
Mahasiswa zaman now dihadapkan kepada
NKK/BKK bentuk baru dengan cara-cara yang lebih halus dan elegan. Gerakan
politik moral mahasiswa dialihkan perhatiannya. Aktivitas kemahasiswaan hanya
dibatasi kepada aktivitas pemuasan kebutuhan keilmuan dan penelitian semacam
seminar, lokakarya, dan semacam itu saja. Hal ini berakibat kepada pengucilan
peran politik mahasiswa terhadap negara.
Hari ini NKK/BKK hadir kembali, meskipun
tidak dengan format yang sama persis pada era 1980-an. Cara-cara yang lebih
halus dipilih agar mahasiswa tidak dapat sama sekali atau telat memahami
perkembangandan situasi politik yang terjadi di masyarakat, bangsa dan negara.
Cara-cara yang dimaksud ini pun juga banyak ditunjang oleh media-media yang
menampilkan promosi, iklan, berita, maupun opini yang diarahkan kepada
pengucilan gerakan politik mahasiswa.
Selain itu, upaya pengkerdilan atau
delegitimasi terhadap lembaga kemahasiswaan telah berjalan dalam skala nasional
dengan cara sistemik dan sistematis. Delegitimasi itu dilakukan melalui
undang-undang yang mengatur tentang pendidikan tinggi dan melalui aturan-aturan kampus yang tidak pro
terhadap pergerakan mahasiswa. Kegiatan mahasiswa terlalu dipaksa kepada
hal-hal yang sifatnya minat-bakat. Tidak lagi dibangun wawasan kebangsaan. Hal
ini merupakan skenario menjauhkan mahasiswa dari khittah-nya di lapangan
politik dan ini terjadi hampir di semua universitas.
Dari hal-hal yang telah dipaparkan diatas,
maka bisa kita simpulkan bahawa pergerakan mahasiswa saat ini sedang berada
dalam skema penghancuran. Dalam artian, mahasiswa coba dibiarkan menjadi pemuda
yang apatis, individualis dan cukup mengejar cita-cita pribadi, memperkaya diri
sendiri, tanpa merasa perlu berkontribusi terhadap perbaikan jalannya
pemerintahan. Demikianlah depolitisasi yang hari ini sedang terjadi dan akan sampai
kapankah terus terjadi?.
Membaca sepak terjang mahasiswa tidak
dapat dilepaskan dari karakter asasi yang dimilikinya. Dari dulu hingga kapan
pun, mahasiswa adalah aktor-aktor penting renaisans bangsa. Di belahan bumi
mana pun, mahasiswa selalu tampil sebagai agen pembaharu. Sikap kritis dan
kepedulian terhadap kondisi riil masyarakat harus terus dimiliki mahasiswa
sehingga tak segan-segan melakukan pengorbanan demi kejayaan bangsanya.“…Karena sejarah telah membuktikan bahwa
perubahan-perubahan besar selalu diawali oleh kibaran bendera Universitas”,
(Petikan Pidato Hariman Siregar, 31 Desember 1973).
(Tulisan ini telah dimuat di kolom
opini Koran harian Haluan, 25 September 2018)
Komentar
Posting Komentar